Purbalingga, MNnews I Di
tengah momentum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sejumlah sekolah negeri
di Kabupaten Purbalingga diduga kuat melanggar aturan resmi dengan melakukan
praktik bisnis jual beli bahan seragam Praktik ini jelas bertentangan dengan
ketentuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta surat
edaran Kepala Dinas Pendidikan Purbalingga, Minggu 3 Agustus 2025.
Menurut praktisi
hukum Rasmono SH mengatakan," Kemendikbud secara tegas melarang sekolah
menjual bahan seragam atau seragam demi mencegah terjadinya
pungutan liar (pungli) dan meringankan beban finansial orang tua siswa.
Dasar hukum pelarangan tersebut tertuang dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan," unkapnya
Rasmono jugan
menambahkan," Pasal 181 menyebutkan bahwa pendidik, tenaga kependidikan,
dewan pendidikan, dan komite sekolah dilarang menjual seragam atau bahan
seragamkepada peserta didik maupun orang tua/wali.
Namun, pelanggaran aturan ini tetap terjadi. Salah satu
contohnya adalah di SMP Negeri 1 Kutasari, yang diduga diketahui menjual bahan
seragam melalui toko di lingkungan
sekolah.
Kepala Sekolah SMPN 1 Kutasari, Endang Kismaryani, S.Pd,
mengonfirmasi hal tersebut.
> "Kami hanya memfasilitasi wali murid agar mudah
mendapatkan bahan seragam sekolah melalui toko yang disediakan di sekolah. Kami
tidak mewajibkan pembelian di sini," ujarnya.
Endang juga menambahkan:
> "Barang-barang itu merupakan titipan dari
distributor. Jika tidak laku, tinggal dikembalikan. Kami tidak menanggung
risiko," jelasnya.
Namun kenyataannya, orang tua merasa tertekan secara ekonomi
akibat mekanisme ini. Salah satu wali murid, berinisial BD, mengungkapkan beban
biaya yang harus ditanggung:
> "Anak saya sekolah di sana. Untuk seragam lengkap,
laki-laki mencapai Rp1.250.000 dan perempuan Rp1.586.000. Itu belum termasuk
biaya jahit. Di tengah kondisi ekonomi sekarang, ini sangat memberatkan,"
keluhnya.
BD menambahkan bahwa ia telah mengadu ke pihak berwenang:
> "Saya sudah lapor ke Masbub (pejabat terkait),
tapi belum ada tindak lanjut. Akhirnya, saya mencari lungsuran baju agar anak
saya tetap bisa sekolah," ujarnya dengan nada kecewa.
Kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan tidak adanya
sanksi tegas terhadap pelanggaran. Padahal, jika dibiarkan, praktik seperti ini
berpotensi memperburuk kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan.
(Tim)
Posting Komentar