Turonggo Sekar Budoyo Blitar, Jaranan Klasik Tetap Bertahan Di Tengah Arus Modernisasi


Blitar, MNnees |  Di tengah gempuran tren jaranan modern yang banyak dimodifikasi dengan unsur dangdut dan format baru, kelompok jaranan Turonggo Sekar Budoyo tetap teguh mempertahankan gaya klasik khas Blitaran. Dipimpin oleh Pak Imam Sapi'i, kelompok ini menjaga keaslian warisan budaya yang semakin jarang dimainkan di era sekarang.


Kelompok jaranan ini sudah berdiri sejak tujuh tahun lalu, meski nama Turonggo Sekar Budoyo baru digunakan dalam empat tahun terakhir. Awalnya, Pak Imam bergabung dengan kelompok jaranan di Selokajang, namun setelah kelompok tersebut bubar, ia berinisiatif mendirikan kembali jaranan khas Jawa Klasik agar tidak tenggelam. "Saya ingin jaranan ini terus ada dan tidak hilang, karena ini warisan budaya yang harus dijaga," ujar Pak Imam. Nama Sekar Budoyo sendiri memiliki filosofi agar budaya ini terus berkembang seperti bunga yang mekar.


Pak Imam memilih untuk tetap mempertahankan tarian klasik jaranan, termasuk tarian jaranan Jawa Klasik untuk penari putra, jaranan Senterewe untuk penari putri, dan tarian barongan Karanggayam. Baginya, gaya lama ini memiliki ciri khas yang harus dijaga agar tidak tergerus oleh modernisasi. "Kalau semua ikut modern, nanti siapa yang menjaga tarian khas zaman dulu?" katanya.


Saat ini, Kelompok Jaranan Turonggo Sekar Budoyo terdiri dari 50 orang, termasuk penari, penabuh gamelan, sinden, dan kru lainnya. Semua anggota berasal dari lingkungan sekitar dan tidak ada pemain cadangan. Jika ada tanggapan, seluruh anggota harus siap tampil, bahkan Pak Imam sendiri tidak segan ikut menari jika kekurangan pemain. "Kalau kurang penari, saya sendiri pun siap turun ke lapangan. Yang penting, pertunjukan tetap berjalan dengan baik," tuturnya. Cucunya pun turut berlatih dan melatih teman-temannya.


Latihan rutin yang dulu sering dilakukan kini hanya dilakukan dua kali sebelum pentas, karena sebagian besar anggota sudah cukup mahir. Latihan biasanya dilakukan di depan rumah Pak Imam.


Perjalanan kelompok ini tidak selalu mulus. Sejak berdiri, mereka mendapatkan tanggapan di sekitar Kecamatan Srengat, dan belum pernah diundang tampil hingga Kota Blitar. Bahkan, tidak jarang mereka hanya diberi janji tanpa realisasi. Dari hasil tanggapan yang diterima, sebagian dana disisihkan untuk membeli perlengkapan secara mandiri. Saat ini, gamelan masih kurang lengkap, seperti belum adanya gong besar, demung, dan saron. Selain itu, kualitas sound system yang mereka gunakan masih belum maksimal. "Kami beli perlengkapan sedikit demi sedikit dari hasil tanggapan. Beberapa juga ada yang meminjami kalau mau tampil," ujar Pak Imam.


Pak Imam mengakui bahwa perkembangan jaranan di Blitar kini lebih banyak mengarah ke gaya Kedirian, dengan ukuran kuda kepang yang lebih besar. Berbeda dengan kelompoknya, Turonggo Sekar Budoyo tetap mempertahankan gaya Blitaran, di mana kuda kepangnya lebih kecil sehingga memungkinkan tarian lebih dinamis. Selain itu, ia juga ingin menyuguhkan tontonan yang memiliki tatanan dan tuntunan, dengan suasana tenang. "Saya selalu tampil tanpa pagar. Sehingga Penonton bisa menonton dengan nyaman atau ikut menari, tanpa perlu khawatir terjadi keributan," tegasnya.


Pak Imam tidak ingin mengikuti tren jaranan modern yang telah dimodifikasi dengan unsur dangdut. Baginya, jaranan campursari yang ia usung harus tetap mempertahankan gaya lama seperti yang diwariskan turun-temurun. Dengan begitu, penari dapat menampilkan gerakan yang indah, tanpa gangguan suasana yang terlalu ramai. Prinsip ini yang membuat kelompoknya tetap unik. "Saya tidak mau ikut tren yang ada. Biar kelompok kami punya ciri khas sendiri," ujarnya.


Dalam hal promosi, kelompok ini masih mengandalkan cara konvensional, yaitu lewat komunikasi langsung melalui ponsel dan pembuatan poster sederhana. Hingga kini, belum ada dokumentasi resmi setiap kali pentas. Namun, baru-baru ini, saat tampil dalam acara Kirab Goa Tumpeng pada 25 Januari 2025, sudah da beberapa Youtuber mendokumentasikan pertunjukan mereka hingga selesai. Ini menjadi langkah awal dalam memperkenalkan Turonggo Sekar Budoyo ke khalayak yang lebih luas. Pak Imam berharap kelompok ini dapat terus eksis dan mendapat dukungan agar seni jaranan klasik tetap lestari untuk generasi mendatang. 


Penulis : Priska

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama