Maros, Sulawesi Selatan,MNnews I Warga Dusun Tammutammu, Desa Moncongloe Bulu,
Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, digemparkan dengan aksi brutal
sekelompok orang yang merobohkan sebuah gapura milik warga pada 11 Juli 2025.
Ironisnya, tindakan itu dilakukan di depan aparat pemerintah dan kepolisian,
namun tidak disertai penegakan hukum, meskipun gapura tersebut memuat Bendera
Merah Putih, simbol resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peristiwa yang dinilai sebagai penghinaan terhadap lambang
negara tersebut hingga kini belum direspons secara tegas oleh aparat penegak
hukum. Warga menyebut para pelaku perusakan bahkan dianggap “layaknya PKI”
karena secara terbuka merobek dan merusak bendera negara.
Kronologi Kejadian:
Peristiwa berawal saat sebuah mobil Avanza dengan pelat
nomor DD 279 DM yang tidak dikenal warga memasuki kawasan tanah kapling milik
warga. Tak lama berselang, datang pula mobil patroli polisi berisi Kapolsek
Moncongloe dan beberapa personel Polres Maros, yang langsung menemui Ketua RT
setempat. Namun ketika diminta menunjukkan surat perintah atau dokumen
pendukung atas kedatangan mereka, aparat tidak mampu menunjukkan bukti
administratif apapun kepada RT maupun warga.
Selang beberapa waktu, datang seorang perempuan bernama
Rahmi, yang disebut sebagai anak dari mantan pemilik lahan yang kini sudah
dibeli dan dihuni oleh warga. Rahmi, bersama sekelompok orang lainnya, langsung
membongkar paksa palang dan gapura yang didirikan warga sebagai bentuk pemisah antara
perkampungan dan kawasan proyek perumahan.
Pembongkaran itu disaksikan langsung oleh Camat Moncongloe,
sejumlah petugas Satpol PP, serta aparat kepolisian, namun tidak ada satu pun
yang menghentikan aksi tersebut. Padahal, tindakan merusak gapura yang memuat
simbol negara merupakan pelanggaran berat sebagaimana tertuang dalam:
-Pasal 66 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, menyebutkan:
"Setiap orang dilarang merusak, merobek,
menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara."
Tindakan merusak secara paksa tersebut juga dapat
dikategorikan sebagai perusakan dan kekerasan terhadap barang milik orang lain
secara terang-terangan sebagaimana dimaksud dalam:
-Pasal 170 KUHP Ayat (1):
“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga
bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
Latar Belakang Konflik:
Permasalahan antara warga tanah kapling dan pihak pengembang
bukanlah hal baru. Konflik sudah terjadi sejak 2017, saat pihak pengembang PT.
Izza Hurum Sejati, yang membangun kawasan The Mountain View Residence, diduga
menggunakan jalan perkampungan warga sebagai akses utama proyek, tanpa seizin
warga atau ada ganti rugi.
Pihak pengembang bahkan disebut telah merusak jalan kampung
akibat lalu lintas alat berat selama proses pembangunan, yang berdampak
langsung pada kenyamanan dan keselamatan warga. Janji pengembang untuk
melakukan perbaikan jalan dan memberi kompensasi tak pernah ditepati hingga
saat ini.
Beberapa kali mediasi telah difasilitasi pemerintah desa dan
kecamatan, namun tidak pernah membuahkan hasil. Sebaliknya, ketegangan terus
memanas dan bahkan makin memuncak sejak insiden 1 November 2021, ketika warga
kembali menemukan tanda-tanda penguasaan sepihak atas jalan kampung mereka.
Warga menilai, tindakan perusakan gapura, penyerobotan
jalan, dan pengabaian janji kompensasi adalah bentuk pelanggaran serius
terhadap hak kepemilikan dan integritas lingkungan pemukiman mereka. Apalagi
kasus ini telah dilaporkan hingga ke tingkat Polda Sulawesi Selatan, namun
hingga kini belum ada pelaku yang ditangkap.
Warga pun mempertanyakan komitmen aparat penegak hukum
terhadap asas persamaan di depan hukum (equality before the law) sebagaimana
diatur dalam:
-Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945:
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.”
Hingga berita ini diturunkan, warga masih menuntut proses
hukum terhadap pelaku perusakan gapura dan bendera negara, serta mendesak pihak
PT. Izza Hurum Sejati sebagai pengembang The Mountain View untuk segera
memenuhi janji ganti rugi dan bertanggung jawab atas kerusakan fasilitas umum
milik warga.
Tim
Posting Komentar